Perkembangan Internet of Things (IoT) di Indonesia


Nama   : Eko Fajar Putra
NPM   : 140810160061

Internet of Things (IoT), merupakan sebuah konsep yang bertujuan untuk memperluas manfaat dari konektivitas internet yang tersambung secara terus-menerus. Adapun kemampuan seperti berbagi data, remote control, dan sebagainya, termasuk juga pada benda di dunia nyata. Contohnya bahan pangan, elektronik, koleksi, peralatan apa saja, termasuk benda hidup yang semuanya tersambung ke jaringan lokal dan global melalui sensor yang tertanam dan selalu aktif.

Pada dasarnya, Internet of Things mengacu pada benda yang dapat diidentifikasikan secara unik sebagai representasi virtual dalam struktur berbasis Internet. Istilah Internet of Things awalnya disarankan oleh Kevin Ashton pada tahun 1999. 

IoT sendiri merupakan sistem terintegrasi yang saling menghubungkan berbagai perangkat baik perangkat keras maupun lunak melalui internet. Tidak hanya komputer, laptop, ataupun perangkat internet saja namun juga seperti lemari pendingin, mesin cuci, microwave, pendingin ruangan, hingga pintu rumah dan pagar nantinya akan saling terintegrasi dalam satu sistem.  

Sejak awal dikemukakannya gagasan ini, IoT sudah diyakini sebagai teknologi masa depan. Pada awal ditemukannya internet itu sendiri, Tim Berners-Lee (penemu internet) memanfaatkan internet untuk mengirim dan menerima data. Seiring berjalannya waktu semakin banyak informasi dan web yang terhubung sehingga fase ini dapat disebut sebagai era “Internet of Information”. Selanjutnya ketika Web 2.0 mulai hadir, internet menjadi bersifat dua arah juga interaktif dan membuat orang-orang semakin terhubung. Era ini dapat disebut dengan era “Internet of People”. Lalu ketika semua orang sudah saling terhubung,  maka lahirlah era baru bernama “Internet of Things”.

Lalu, apakah Indonesia sudah siap secara SDM (Sumber Daya Manusia) dan infrastruktur untuk mengadopsi IoT secara masif di berbagai sektor saat ini dengan melihat landscape teknologi yang ada? Menurut Tony Seno Hartono selaku National Technology Officer Microsoft Indonesia, pemrograman IoT tidaklah sulit di sisi device dan banyak SDM lokal yang bisa melakukannya, meskipun kebanyakan baru di tingkat hobi dan belum ditekuni secara profesional. Selain itu, Tony juga menambahkan, bahwa belum banyak yang menyadari bahwa potensi IoT besar sekali.

“Dari berbagai kegiatan kami di bidang kompetisi pemrograman, hal ini terlihat, misalnya para siswa membuat aplikasi menggunakan smart devices yang terhubung ke komputasi awan,” ujar Tony kepada DailySocial. “Infrastruktur yang kita miliki sebenarnya sudah cukup untuk mendukung IoT. Karena tidak semua sensor IoT membutuhkan koneksi internet (atau bahkan listrik) setiap waktu selama 24 jam. Semua itu tergantung penggunaannya untuk apa.” 

IoT sendiri membutuhkan server yang selalu hidup. Dan di sisi lain ada banyak alternatif, misalnya menggunakan data center milik sendiri atau yang tersedia di internet. Untuk skala penerapan IoT yang masif, server cloud akan lebih masuk akal.

Berbicara tentang IoT erat kaitannya dengan teknologi yang saling terhubung dan mudah diakses. Inovasi berlabel “smart” kini mulai gencar diberitakan, mulai dari smart home, smart car hingga smart city. Smart city adalah salah satu yang kini gencar dibangun di Indonesia sebagai salah satu langkah modernisasi dan adopsi teknologi ke sektor yang lebih luas.

Salah satu smart city yang sudah mulai dibangun adalah di Kota Makassar. Program yang disponsori Telkom Indonesia ini saat ini telah memiliki beberapa layanan yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat setempat, diantaranya berupa e-office, e-kelurahan, e-puskesmas hingga media pengaduan masyarakat yang dibuat secara digital berbasis website dan mobile. Digitalisasi sederhana ini menjadi salah satu langkah terciptanya smart city

Untuk itu, pemerintah melalui BUMN, juga pihak swasta melalui perusahaan-perusahaan startup sendiri sudah mulai mendukung perkembangan IoT di Indonesia ini. Salah satunya adalahPT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) melalui anak usahanya PINS Indonesia mulai serius menggarap bisnis Internet of Things di Tanah Air melalui jaringan kabel optik maupun jaringan selular.

Seperti dilansir oleh ANTARA Selasa (14/6), Direktur Digital and Strategic Portfolio Telkom, Indra Utoyo di Jakarta mengungkapkan, "perkembangan teknologi makin pesat mendorong penggunaan berbagai perangkat yang tersambung dengan internet atau lebih dikenal dengan IoT."

Menurut Indra, perkembangan IoT akan menjadi sebuah peluang bisnis yang besar bagi Telkom Group sebagai "digital company" terbesar di Indonesia. Itu sebabnya Telkom Group ingin lebih serius menggarap peluang bisnis IoT dengan menyinergikan beberapa anak perusahaan BUMN plat merah ini.

"Telkom Group ingin menggarap bisnis IoT melalui sinergi antara Telkomsel sebagai penyedia jaringan internet terluas (connectivity) dengan PINS Indonesia sebagai penyedia device, platform dan manage service," ujar Indra.

Sebagai induk usaha, Telkom Indonesia juga akan terus memperkuat jaringan kabel serat optik (fiber optic) untuk mendukung ketersediaan akses internet super cepat di seluruh Tanah Air.

Sebagai anak usaha Telkom, PINS Indonesia yang bergerak di bidang premises integration services atau layanan terintegraasi, akan fokus memanfaatkan berbagai peluang bisnis digital dengan mendistribusikan serta mengelola berbagai produk IoT dalam naungan Telkom Group. Untuk itu Direktur Utama PINS Indonesia, Prasabri Pesti mengatakan pihaknya siap memperbesar kapasitas dalam bisnis IoT. 

Langkah ini merupakan upaya meraup peluang yang berdasarkan data dari International Data Corporation (IDC) yang melansir bahwa potensi pasar IoT di Asia Pasifik (termasuk Indonesia) telah mencapai 3,1 miliar dolar AS pada 2015.   

Sejumlah startup teknologi di Indonesia juga telah bermain di ranah Internet of Things. Salah satunya adalah Cubeacon yang memanfaatkan teknologi iBeacon sebagai sarana marketing. Startup asal Surabaya ini telah melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk menerapkan teknologi IoT dalam skala yang lebih besar.

Beralih ke kota kembang Bandung ada eFishery, produsen alat pemberi pakan ikan. Berawal dari ide sederhana di sebuah tambak ikan, kini telah berkembang pesat. Beberapa waktu lalu eFishery juga telah memperoleh investasi Pre-Seri A. Bandung juga memiliki DyCode, singkatan dari Dynamic Code, merupakan perusahaan startup yang telah aktif di bidang IT Consultant sejak tahun 2007 hingga sekarang. DyCode sendiri bergerak dalam bidang pengembangan aplikasi, edukasi, juga termasuk pengembangan aplikasi seputar IoT. Lalu Jakarta yang memiliki CI-Agriculture. CI-Agriculture merupakan salah satu startup yang memanfaatkan teknologi Internet of Things dalam bidang agrikultur, untuk membantu para petani mengelola sawah mereka dengan lebih baik. 

Inovasi teknologi di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat dan Cina terbilang pesat. Hal itu bisa terjadi salah satunya karena dukungan komunitas dan ekosistem. Misalnya di Amerika Serikat ada TechShop, sebuah tempat yang menyediakan ruang bagi para penggiat IoT melakukan eksperimen dan eksplorasi. Tempat tersebut menyediakan alat-alat yang sangat lengkap sehingga bisa menghasilkan produk dasar dengan lebih cepat. Lalu bagaimana dengan Indonesia. 

IoT adalah bagian dari masa depan yang sudah mulai terealisasikan. Perencanaan yang baik akan meminimalisir berbagai risiko yang dihadapi. Indonesia yang sudah mulai beranjak dewasa dalam mengadopsi teknologi kini sudah siap untuk menyambut digitalisasi yang mulai merasuk ke sendi-sendi kehidupan yang lebih dalam.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.